Ketika ketakutan diri itu datang kembali

Ketakutan diri

Ketika ketakutan diri itu datang kembali

Ketakutan diri – “I got a long way to go and a long memory, I been searching for an answer always just out of reach. I been searching for the courage to face my enemies when they turn down the lights…” Linkin Park – Battle Symphony

Ketakutan diri

Sudah sekitar 4 bulan saya bisa mengontrol apa yang ada di dalam “diri”. Mudah? tidak akan semudah ucapan. Saya mengukur kemampuan mengontrol diri saya dilihat dari kapan terakhir fase “down” atau rasa ingin “menghilang” terjadi. Terakhir mungkin sekitar bulan Juni 2017. Setelah itu saya lebih bisa mengendalikan diri. Awalnya saya berpikir, saya memang memiliki musuh dalam diri saya, ya diri saya sendiri. Saya dorong diri saya untuk tidak kalah dari sisi gelap yang ada dalam diri. Prinsip saya waktu itu adalah saya lah yang harus mengendalikan pikiran dan jiwa saya sendiri bukan sebaliknya. Awal July, saya memutuskan untuk resign dari pekerjaan kantoran, karena seribu alasan dan pertimbangan, namun ada satu pertimbangan kuat yang mendorong saya untuk resign, jika saya ingin bisa memperbaiki diri saya, maka saya harus resign, meninggalkan lingkungan yang kurang mendukung, habit yang jelek, dan tenangkan diri tanpa ada tuntutan dari siapapun.

Menyesal? lebih ke rasa sedih karena saya harus meninggalkan pekerjaan dimana posisi saat itu atau pekerjaan saat itu sangat saya sukai, banyak hal yang ingin saya kembangkan, banyak hal yang ingin saya capai, tapi saat itu saya menemukan suatu tembok besar yang jika saya teruskan itu akan memperburuk diri saya. Bukan menyerah, bukan lemah atau putus asa ketika menemukan tembok besar di kantor saat itu, tapi saya hanya ingin tegas pada diri sendiri, sudah saatnya saya fokus ke dalam diri sendiri, memikirkan diri sendiri, dan memperbaiki diri sendiri dan meninggalkan lingkungan atau habit yang bisa memperburuk keadaan. Hidup dengan hal yang tidak bisa kita kendalikan dalam diri bukan hal yang mudah kan?

Sejak saat itu saya terus mencari cara bagaimana saya bisa kembali mengendalikan ini semua. Saya sadar satu-satunya cara adalah memperbaiki hubungan kita dengan sang Pencipta, Allah SWT, yang selalu menjadi tumpuan dan tempat saya menyimpan rasa sakit pada masa lalu dan selalu membuat saya jadi perempuan yang kuat. Hanya saya dan Allah SWT tidak ada orang lain yang tau. Kadang saya merasa lebih damai ketika hanya saya dan Allah SWT yang tau apa yang terjadi dalam diri dan hidup saya, tidak seperti saat ini, ketika setiap orang yang tau memandang dengan mata saya dan bertanya gimana masih suka sakit? pusing? atau hanya sekedar berucap mendukung tapi entahlah. Mungkin memang diri saya yang kompleks, selalu insecure dan merasa bahwa tidak ada yang empati. Kemudian saya harus apa? Masalah fisik bisa terlihat tapi tidak untuk masalah yang tidak terlihat.

Sekitar bulan July 2017, saya memutuskan untuk berkerudung, bukan paksaan suami atau siapapun. Hanya karena saya merasa “tidak berpakaian” waktu itu. Saya malu, bahwa Tuhan sedang melihat saya tapi saya merasa tidak berpakaian. Saya merasa bahwa diri saya sudah rusak dan rapuh, kompleks dan untuk masalah fisik saya “tidak berpakaian”.

Akhirnya saya memutuskan untuk berkerudung, untuk menenangkan diri, setidaknya mengurangi kecemasan dalam diri dan langkah awal pertama mengalahkan rasa atau pandangan bahwa orang akan berkomentar, atau sekedar “cie,cie”, hal yang kadang saya tidak ingin mendengarnya, saya memang konyol, gila dan suka becanda, tapi saya juga manusia , ada sisi saya sedang serius, tidak bisakah respon nya setimpal dengan kondisi saya? ya sekali lagi mungkin ini hanya perasaan saya yang kompleks dan selain itu kita tidak bisa memaksa karakter orang untuk merespon semestinya juga kan? oh ya malam dimana saya baru memakai hijab, saya jalan dengan suami untuk membeli sesuatu di salah satu mall, saya sengaja posting penampilan saya dengan hijab karena saya senang dan ada rasa bahagia melihat diri berhijab, saya matikan juga fitur komen saat itu , tujuannya adalah saya tidak mau ada komentar apapun untuk itu, karena berhijab itu suatu kewajiban, dan itu adalah hal yang wajar dan semestinya.

Sejak saat itu, saya lebih bisa menghadapi orang lain dengan tenang, jika rasa takut itu muncul saya bisa lawan, dan hal itu bisa dikendalikan dalam waktu singkat, tidak berhari-hari atau berminggu-minggu. Berbulan-bulan saya diam di rumah, berusaha tetap produktif, termasuk mencoba untuk membangun bisnis. Saya juga selingi aktivitas saya dengan terus mencari ilmu mengenai agama dengan menonton video-video ceramah yang saya sukai, dan mulai mencoba meninggalkan hal-hal yang boleh dan tidak boleh menurut agama, saya dan suami mulai mengaplikasikannya dalam hal-hal kecil.

Aktivitas Positif

Selama membangun bisnis ini banyak tekanan dan kendala yang dihadapi, dari mulai vendor, modal, dan hal lain yang ternyata lumayan rumit dan beresiko. Cobaan lain datang di luar kegiatan bisnis, yang mungkin agak berat, beberapa kali saya menangis karena tidak tau mengapa semua terjadi. Semua masalah itu bisa saya hadapi tanpa harus terbawa ke sisi gelap kembali dan dalam waktu singkat saya bisa tertawa kembali, tidak seperti dulu kan?

Akhir September, proyek bisnis yang saya mulai dengan suami sudah menuju tahap akhir atau tahap semua persiapan siap. Dua sampai 3 minggu berturut-turut dan hampir setiap hari, saya dan suami mengerjakan proyek ini bahkan sampai malam, diri saya terpacu dan menambah lagi point dalam agenda “memperbaiki diri” yaitu hope, atau harapan, cita-cita dan imajinasi. Sempat beberapa hari saya sulit tidur, karena saya tidak bisa berhenti berpikir mengenai proyek bisnis tersebut.

Ide-ide terus bermunculan, tapi badan sudah lelah, efeknya adalah sulit tidur. Akhirnya proyek ini pun selesai dan untuk hasil nya, saya dan suami serahkan pada Allah SWT. Fase selanjutnya adalah bagaimana menghasilkan uang dari proyek yang sudah dibuat, saat ini saya sedang istirahat, ya salah satu program “memperbaiki diri” yang saya buat adalah tidak memaksakan diri, dan biarkanlah jiwa tenang sejenak, sudah hampir seminggu saya belum bekerja lagi.

Selama fase break ini, ada sesuatu hal yang muncul dalam diri, rasa takut dan sisi gelap. Penyebabnya? entahlah. Mungkin saat itu saya lengah ketika proyek bisnis ini saya perkenalkan ke pihak luar dan ketika ada respon untuk bisnis ini, saya sedang tidak siap untuk menghadapinya. Faktor lain mungkin karena lelah fisik beberapa minggu sebelumnya, tapi saya rasa faktor lengah lah yang menyebabkannya. Lengah dalam hal apa? saat itu saya sedang lelah secara fisik, kemudian muncul respon orang lain, dan kemudian saya biarkan rasa kecewa dan takut mengendalikan, hasilnya? selamat datang kembali “sisi gelap”, hilang semua semangat, imajinasi, mimpi, harapan dan niat untuk mengajak sesama peduli terhadap kesehatan mental, atau bahasa gampang nya mengajak sesama untuk ingat konsep habluminannas. Sekarang saya sedang berusaha mengisi lagi benteng pertahanan diri dengan berserah kepada Allah SWT.

Hikmah lain yang saya ambil dari kejadian “jatuhnya” saya kembali adalah berjuanglah sendiri, bukankah dari lahir pun kita adalah pejuang? dan hanya bergantung dan percaya kepada Allah SWT. Kembali kepada ruang dan moment hanya saya dan Allah SWT yang tau.

sorry jika pemilihan kata atau alur tulisan yang sedikit membingungkan, tapi itulah saya dan ini lah cerita saya. Berharap saya bisa terus berjuang dan kembali mendapat semangat untuk berbagi atau mengenalkan “mental awareness”. Saya akan coba tulis mengenai mental awareness ini dengan dasar ajaran Islam di tulisan lain.

Thank You

 Ketakutan diri

taken from pinterest

Please follow and like us:
B. Economics MBA-Entrepreneurship Data Analytics Certified Reach me at saraswatisepti@gmail.com

One thought on “Ketika ketakutan diri itu datang kembali

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top
Translate »