The pain is not for you
You say that I’m paranoid
But I’m pretty sure the world is out to get me
It’s not like I made the choice
To let my mind stay so fucking messy
I know I’m not the center of the universe
But you keep spinning ’round me just the same
I know I’m not the center of the universe
But you keep spinning ’round me just the same
…..Heavy – Linkin Park.
6 February 2016.
There is no perfect creatures
“Ochan, gapapa kalo kita naik bus? biasanya kita juga tidak dapat kursi di bus jadi kita harus berdiri?”
“Iya gapapa ko, ochan udah biasa kalo perjalanan kaya gitu.”
Mungkin itu pertanyaan yang aneh, tapi waktu itu saya berpikir takutnya dia tidak terbiasa hal-hal seperti itu, takutnya dia orang yang biasa berpergian dengan nyaman. Malam itu kita dalam perjalanan open trip menuju Pahawang. Kita menggunakan bus dari Slipi Jaya menuju pelabuhan Merak karena kita akan menyebrang ke Bakauheni. Seperti yang sudah saya perkirakan, kita hanya dapat 2 kursi saat itu, padahal rombongan menuju Merak saat itu berjumlah 4 orang, Saya, 2 orang teman kantor dan Chandra. Akhirnya Saya duduk bertiga dengan teman kantor dan Chandra berdiri disamping kursi yang kita duduki. Cukup lama waktu itu dia berdiri, sampai akhirnya ada kursi kosong dan kita duduk berdua.
Sesampainya di Bakauheni, kita mencari titik kumpul dengan teman open trip lainnya. Ternyata jadwal tiket Ferry kita sangat malam, kalau tidak salah sekita jam 00.30. Saya dan teman open trip yang lain menunggu dengan duduk lesehan di lantai. Saat itu masih ada perasaan tidak enak, karena takutnya Chandra tidak nyaman dengan perjalanan seperti ini. Oh ya, rencana open trip ini sebenarnya sudah saya dan teman kantor rencanakan beberapa bulan sebelumnya. Namun tiga minggu sebelum perjalanan, saya bertemu dan berkenalan dengan Chandra, dalam kata lain saya sudah menjalin hubungan dengan Chandra. Akhirnya dia mengetahui rencana open trip ini dan memutuskan untuk gabung. Saat tahu dia ingin bergabung, saya sempit ragu, takutnya teman-teman saya tidak nyaman karena perempuan semua, begitu juga dengan Chandra, takutnya dia kurang nyaman, dan yang lebih saya takutkan adalah dia ilfeel dengan karakter saya yang cuek termasuk melakukan perjalanan seperti ini.
Dalam perjalanan menuju Bakauheni, kita harus tidur dilantai-lantai kapal. Saat itu kita hanya tidur dengan tas sebagai bantal. Sekali lagi rasa kurang nyaman muncul, karena kita harus tidur di lantai. Bagi saya mungkin itu biasa, tapi tidak tahu bagi Chandra. Selama open trip ini, Chandra selalu bergabung dengan teman-teman saya, walaupun hanya dia laki-laki dalam grup teman saya, dia bisa membaur dan tidak mencoba untuk bergabung dengan anggota open trip dari kelompok lain. Chandra selalu berada dekat saya, termasuk ketika tidur di rumah penginapan kita, dia memilih tidur dekat pintu kamar saya dan teman-teman kantor. Perjalanan menjelajah pulau, pantai dan laut pun dimulai. Dia selalu mencoba untuk membuat suasana yang happy, dia bilang kalau dia tidak bisa berenang, tapi dia tidak takut untuk mencoba snorkeling. Waktu itu perasaan saya masih belum terlalu bagaimana, saya hanya senang karena akhirnya saya punya pasangan dan berharap ini yang terbaik.
Perahu rombongan open trip menepi di sebuah pulau, kita pun memutuskan untuk makan mie dan kopi. Oh ya, seperti yang saya ceritakan dipostingan sebelumnya, Saya dan Chandra sudah mencoba menceritakan semua baik dan buruknya masa lalu kita atau bahkan kenakalan yang pernah kita lakukan. Kembali lagi ke cerita, saat menepi di sebuah pulau, Chandra melihat ada teman kantor yang merokok dan teman-teman saya menggoda saya, “ko septi tidak ikut merokok.” Saat itu juga Chandra langsung pindah dari tempatnya dan terlihat kesal. Saya hampiri dan bilang itu kan cuma bercanda dan saya tidak merokok juga disini. Dia marah dan berkata bahwa perempuan merokok itu jelek untuk dilihat. Saya kesal juga waktu itu, karena saya tidak melakukan apa-apa tapi dia malah kesal. Saat kita akan pulang menuju Bakauheni, saya bertanya lagi pada dia, kenapa seperti itu? kenapa dia kesal? padahal saya tidak melakukannya. If I’m doing that, I know where’s the place and I will respect the people who respect me. I’m not that kind of person who act without manners. Dia pun menjawab, “How if my mother knows that you like that?!”
“Oh really Chandra? you have such thoughts!? is that matter?.” Saya sangat kecewa dan marah saat itu, kalaupun saya seperti itu terus kenapa? kalaupun saya mau seperti itu, saya bakal berpikir dua kali dan saya masih punya tata krama, dan kalaupun orangtua kamu tahu tentang buruknya saya dari orang lain, kenapa kamu bukan jadi yang pertama membela saya?!
Saya pun pergi, memang mungkin saya agak egois saat itu, tapi itu melukai perasaan dan prinsip saya bahkan pandangan saya terhadap dia. I think, what other people talk about me, is not me at all and what people see it doesn’t matter. I’m sick with fake reputation and to be perfect because other peoples. Akhirnya dia minta maaf, saat itu saya coba percaya dia kembali dan berharap kali ini saya tidak salah atas kepercayaan itu.
Itu baru awal cerita, dimana saya melampiaskan semua ketakutan saya pada Chandra. Dia tidak melakukan apa yang saya takutkan, tapi saya selalu memposisikan dia adalah mereka. Cerita tadi juga salah satu ketakutan saya, lelah tentang pandangan orang atau aturan orang mengenai saya, semua hanya tentang mereka tanpa melihat ke dalam apa yang saya alami.
Cerita baru akan dimulai
13 Februari 2016 atau kurang lebih 1 bulan setalah bertemu
Bulan lalu, seminggu setelah bertemu pertama kali, dia mengajak saya untuk berkomitmen, untuk menjalin hubungan yang halal (setelah kita saling bercerita buruk nya kita, buruk nya masa lalu kita, atau bahkan dosa terbesar kita 😂). Waktu itu saya menyambut baik niat itu, walaupun belum yakin namun entah mengapa, semua seperti semudah memetikan jari, Ya Allah mengetuk dan meng”klik” hati saya.
“Kalau kamu serius, emang berani ngomong langsung ke rumah?.” Septi Saraswati
“Ya beranilah, masa kamu nanya gitu sama kita, orang timur, sama aja kaya ngetest harga diri dan keberanian kita, nanti saya ke Bandung.”
Akhirnya 13 Februari 2016, dia datang ke rumah dan langsung bertemu orang tua saya, sendiri tanpa ditemani keluarganya, dia bicara kepada orang tua saya, “saya mau serius sama septi, saya mau menikahi nya, mungkin paling cepat akhir tahun ini (akhir tahun 2016) karena saya masih banyak pekerjaan, kalau di sini adatnya seperti apa ya? nanti saya bawa orang tua saya.”
26 Maret 2016
Dia datang ke rumah dengan keluarganya, menjelaskan maksud dan menunjukan kesungguhan niatnya dan merencanakan pernikahan November 2016, walaupun akhirnya kita menikah awal September 2016, empat bulan lebih cepat dari rencana awal atau tujuh bulan dari pertama kita bertemu.
Apa yang saya rasakan waktu itu, entahlah hanya sebuah keyakinan, karena kalau terus dipikirkan semua sulit untuk dijelaskan secara logika. Baru bertemu dan saling kenal 1 bulan, namun keyakinan dalam hati sudah teguh.
Semakin saya mengenal Chandra, semakin saya menarik diri dan mendorong dia untuk pergi. Chandra, laki-laki yang selalu menunjukan komitmen, selalu menjadi laki-laki yang baik, tidak pernah memposisikan bahwa dia laki-laki dan saya perempuan, tidak pernah memposisikan bahwa laki-laki itu egois dan perempuan harus menurut. Chandra, laki-laki yang mengalihkan emosi menjadi sebuah teguran di hati, tidak menggunakan perilaku atau bahasa yang kasar, dia mengalihkan emosi dengan mencontohkan perbuatan sehingga kita akan tersinggung dan sadar bahwa jika kita diperlakukan seperti itu oleh orang lain itu tidak mengenakan. Chandra, laki-laki yang satu prinsip dengan saya, hidup dari bawah dengan usaha sendiri, apa adanya tanpa banyak menuntut, dan mencintai dari dalam karena fisik hanyalah ciptaan Tuhan, kita tidak boleh menggugatnya.
Ketulusan cinta
Setiap saya bercerita mengenai Chandra, banyak orang yang tidak percaya dan justru berbalik mendorong saya untuk curiga. Hanya beberapa orang yang mendorong saya untuk mempercayainya. Waktu itu saya belum sadar, manusia hanya akan membuat kita buruk jika kita ke arah yang lebih baik, mungkin karena ketakutan mereka atau mereka tidak mendapat hal yang sama.
Semua perlakuan dia, saya balas dengan semua sisi gelap saya. Saya dorong dia untuk menjauh, saya memancing emosi dia, saya bandingkan dia dengan semua orang, bahwa dia sama seperti semua orang, tidak akan melihat saya dari dalam dan tidak paham dengan apa yang saya alami. Berkali-kali juga dia lawan dorongan itu, dia terus meyakinkan bahwa dia tidak seperti orang lain di sekitar saya, dia akan memeluk saya dengan erat sampai saya tenang.
Berbagai tindakan yang membuat dia kesal selalu saya lakukan, bahkan hal paling menyakiti dia. Selain benturan dalam diri saya, antara ketidakpercayaan akan bahagia dengan kebahagiaan yang tulus, ada hal lain yang membuat saya tidak terkontrol. Selain persiapan pernikahan yang kita siapkan berdua, benturan dengan orang lain, lingkungan sekitar yang tidak memberikan pemikiran positif serta masa lalu dan sisi gelap yang saya tumpahkan kepada Chandra, membuat saya hanya semakin menyakiti dia setiap waktu. Namun apa yang dia lakukan? dia tetap ada tanpa membenci saya sedikitpun.
Ada banyak cerita yang masih belum berani saya tuliskan di sini, tentang apa itu sisi gelap saya, apa itu ketakutan saya secara detail atau separah apa yang tindakan yang saya lakukan? saya tidak mau membuka itu lagi, hanya saya, Chandra, beberapa sahabat dan Tuhan yang tahu.
Benturan dalam diri saya terus berlanjut, setelah menikah semua itu terus terjadi. Saya selalu ditakutkan dengan pandangan orang bahwa menikah itu seperti apa, istri harus melakukan pekerjaan rumah, istri harus cantik, istri akan ditinggal suami kalau tidak becus. Itu hanya pemikiran orang-orang dengan kehidupan rumah tangga nya, Saya dan Chandra bertemu, berkenalan dan memutuskan hidup berkomitmen bersama atas dasar keterbukaan, kepercayaan, tanpa tuntutan, mencintai tulus dari dalam dan karena Allah. Alhamdulillah saya merasakan indahnya rumah tangga dengan kebahagiaan setiap hari, baik susah ataupun senang. Dia selalu membantu saya pekerjaan rumah tangga, dan saya selalu mendukung dia untuk menjadi manusia apa adanya, dia memang lelaki, namun jika dia lelah, butuh sandaran, atau bahkan tetap melakukan hal yang dia sukai seperti nonton dan main game, baca komik, atau “manja” seperti anak kecil, saya tetap suka dan mendukung dia. Pria juga manusia, bukan makhluk yang selalu kuat.
Namun sekuat apapun saya berusaha untuk percaya bahwa bahagia itu nyata, gangguan dari luar selalu ada, termasuk gangguan dari dalam sisi gelap saya. Masih banyak tuntutan yang saya hadapi, banyak kehendak orang lain atas diri saya, dan masih ada sesuatu hal yang belum saya kendalikan. Apa dampaknya? Chandra selalu merasakan dampaknya, mungkin dia sudah terlalu banyak merasakan rasa sakit atas diri saya.
Bukan Chandra jika dia tidak menunjukan komitmen dan kesungguhannya. Dia perlahan dan 24 jam berusaha ada untuk saya. Perlahan menarik saya keluar, mengangkat saya, dan memperbaiki semua retakan dalam diri saya. Dia buat saya selalu merasa nyaman, untuk menjadi saya. Dia akan tinggal bersama saya walaupun hari kerja, sampai saya tenang, dia akan memeluk saya sampai saya berhenti menangis dan berpikir kembali secara logis. Dia melakukan banyak hal, dia belajar mengenai diri saya, dan belajar mengenai apa yang sebenarnya saya rasakan. Bahkan dia mendukung saya untuk mendapat lingkungan yang positif, dia menjaga sahabat saya dengan karakter sahabat saya apa adanya.
Ada beberapa sahabat yang tahu bagaimana saya struggle dalam fase ini. Hubungan rahasia, hanya saya, chandra, Allah dan orang tertentu yang tahu lebih indah dibanding semua orang tahu. Banyak yang menganggap telah menjadi teman terdekat tapi sebenarnya mereka tidak peduli. Hanya beberapa orang yang tahu dan mau tahu buruknya saya, memberikan pandangan, masukan, ketenangan dan membiarkan saya bercerita atas keluhan dan kesedihan saya. Hal itu lebih indah dibanding sebuah moment atau selebrasi yang diabadikan dalam sebuah foto atau video, tidak perlu bertemu antarmuka, hubungan dengan empati dan ketulusan lebih berharga bagi saya walaupun tidak ada orang yang tahu. Mungkin suatu saat saya akan bercerita tentang beberapa sahabat saya ini.
Kembali ke cerita, setelah saya menikah dengan Chandra, banyak sekali lingkungan luar yang masuk dan menekan saya. Saya bingung dan tidak bisa menerima, karena sekarang saya sudah menikah dan mempunyai tanggung jawab baru. Dahulu mungkin mereka masih bisa memaksakan kehendaknya terhadap saya, tapi saya bingung mengapa hal itu masih sama setelah saya memiliki suami? Apa mereka tidak menganggap Chandra ada? Apa mereka menganggap bahwa saya memang pantas untuk selalu diperlakukan untuk itu? atau saya memang tidak pantas merasakan bahagia dari dalam diri saya sendiri. Jawabannya adalah hidup saya adalah pandangan mereka, kebahagiaan saya dan pandangan mereka adalah yang terbaik, Saya tidak pernah berbohong kepada Chandra, begitupun dengan Chandra, tidak ada rahasia sedikitpun dalam hubungan kita, jadi kalau pilhak luar menekan saya, Chandra akan tahu, karena saya akan “tidak terkontrol” ketika saya berusaha menyembunyikan.
Semakin buruk kondisi saya saat itu, akhirnya Chandra mengajak saya untuk menemui dokter. Awalnya kita salah menemui dokter, dokter itu hanya memberikan saya obat yang membuat fisik saya justru tidak bisa menyesuaikan. Bukan membuat saya lebih baik namun malah membuat fisik saya terkontaminasi kimia. Akhirnya saya menemui dokter lain, kita janjian di sebuah mall, cerita ringan kita mulai, dengan bahasa yang kekinian dan terbuka. Saya pun mulai terbuka pikirannya, jawaban yang paling menjadi dorongan adalah “Self defense”, mulai lah untuk menolak, mulailah untuk melawan orang lain (karena hal ini memang positif), berpikirlah untuk kebahagiaan sendiri, jangan egois dengan membiarkan ketakutan dan semua sisi gelap itu menyakiti Chandra, orang yang selalu ada dan mencintai saya.
Satu tamparan bagi diri saya, “self defense” yang selalu saya anggap adalah sebuah keegoisan walaupun itu sebenarnya baik bagi saya, selalu saya tidak pedulikan. Oh ya ketika awal bertemu dokter Tjut ini, dia kaget ketika saya akan mulai bercerita dengan Chandra di samping saya, karena biasanya orang lain tidak ada yang diketahui oleh orang lain, saya bilang ” ya dokter, suami saya tahu semua, dan dia selalu ada disamping saya walaupun saya mendorongnya.” Dia kaget dan senang, karena hal positif ketika ada support system disekitar kita. Dokter Tjut bilang jika obat yang selama ini saya minum bisa mempengaruhi hormon saya termasuk mengenai keinginan memiliki momongan. Dia menawarkan saya untuk melakukan beberapa tahap sampai saya bisa mengendalikan emosi saya dan mengeluarkan zat kimia dari obat itu, jika saya ingin hamil. Metode dia sangat nyaman dan saya tertarik. Namun setelah saya berpikir dan terus memikirkan perkataan dr. Tjut bahwa selama ini saya menyakiti Chandra, akhirnya saya bertekad untuk menjadikan Chandra sebagai obat, sebagai pengendali saya, dan menjadikan dia sebagai pengingat bahwa kehidupan itu tidak selalu gelap, apapun yang terjadi sekarang, dia akan menjadi support system saya dan siap ada disamping saya kapanpun.
Singkat cerita, saya dan Chandra memutuskan untuk memperbaiki semua pecahan diri saya dengan usaha kita sendiri, tanpa dokter dan obat. Tidak mudah memang, saya masih melakukan banyak “keributan” yang menjadikan Chandra sebagai penyelesainya, saya selalu lari dan bersembunyi, kali ini bukan sekedar kiasan tapi tindakan nyata. Saya sering menghilang dari kehidupan, saya pernah 3 hari tidak masuk kerja tanpa kabar. Alhamdulillah nya saya memiliki big boss yang mau mengerti walaupun dia juga kaget dan sedikit marah karena saya menghilang. Tapi dia lebih khawatir dan kaget setelah tahu apa yang sebenarnya saya alami. Dia tidak banyak bertanya, dia hanya ingin saya kembali dan bercerita jika butuh tempat cerita, dan dia jaga semua rahasia ini, dia tidak bercerita kepada orang lain. Tak usah sebut nama lah ya, hubungan rahasia lebih indah.
Juli 2017
Saya memutuskan untuk berhenti bekerja kantoran, dengan semua planning saya termasuk planning keuangan. Saya sudah memiliki perhitungan dengan tabungan saya, karena saya masih punya tanggung jawab untuk orang lain, saya harus menyisihkan uang setiap tiga bulan sekali. Semua rencana sudah matang, Chandra mendorong saya dengan membantu dan menyemangati saya untuk berbisnis, mendengarkan segala ide saya, siang malam kita berusaha merintis bisnis.
Apakah semua berjalan lancar? tidak tentunya. Planning awal yang sudah dibuat ternyata tidak berjalan mulus, terutama Chandra, dia dikecewakan orang lain. Apakah hanya itu cobaan kita? tidak. Banyak cobaan yang kita hadapi yang bisa membuat kita menangis bersama tapi setelah itu tertawa lagi, entah kenapa semua cobaan itu terasa ringan. Semua cobaan yang kita hadapi membuat banyak perubahan dalam diri kita, membuat kita semakin dekat dengan Allah, semakin mendorong untuk bersyukur, dan semakin berserah diri kepada Allah. Planning keuangan kita terganggu sehingga kita pernah di posisi dimana kita harus benar-benar menghitung uang seribu dua ribu untuk budget sehari-hari. Tapi entah kenapa semua itu indah dan kita tidak merasa berat. Fase ini membuat kita sadar, ada satu hal yang belum kita lakukan, yaitu bertobat dan meminta ampun kepada Allah atas apa yang telah kita lakukan. Meminta maaf karena mungkin telah lalai atas rezeki, sehingga kita sekarang lebih menghargai semua hasil usaha kita. Mungkin cerita ini akan saya ceritakan di bagian cerita mengenai usaha bisnis yang kita rintis.
Desember 2017
Janji Allah tidak akan pernah bohong. Allah memberikan rezeki yang tidak terduga, di saat kita bersedih karena rezeki materi yang dikecewakan orang lain, Allah memberikan suatu nafas baru dalam hidup kita, walaupun waktu itu kita pun tidak menyangka, karena semua tiba-tiba. Perlahan tapi pasti, setiap makhluk yang bernafas sudah ditentukan rezekinya, alhamdulillah semua selalu tertutupi, entah apapun cara nya, Allah selalu memberikan kejutan dan ketenangan.
Notes : Cerita mengenai lain yang berkaitan dengan postingan ini bisa dibaca juga di :
The Beginning ( Do you believe in God Will?)
The Permission – Apakah kamu berani dan serius?
Imajinasi, baik atau buruk ? (Imagination, good or bad?)
Ketika ketakutan itu datang kembali
Saya melihat cahaya baru, See The Light : New Breath
4 thoughts on “You don’t deserve this pain”